Monday, June 6, 2011

Refleksi Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika

Perkulihan filsafat pendidikan matematika tanggal 26 mei 2011 merupakan perkuliahan terakhir. Dalam perkuliahan kali ini lebih banyak dibahas mengenai elegi ynag di posting dalam blog pak marsigit. Sperti yang telah diungkapkan pak marsigit ahwa elegy dalam blog tersebut merupakan bahan belajar untuk perkuliahan filsafat. Dalam blog tersebut, pak marsigit telah memberikan banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan filsafat, dan memfasilitasi kami mempelajari filsafat. Salah satu kegiatannya adalah kami memeberikan comment dalam elegi-elegi tersebut. Namun dalam praktiknya anyak sekali mahasiswa yang memberikan comment sekedarnya dan yang lebih parah banyak comment yang tidak nyambung. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa kurang memahami filsafat itu sendiri.
Dalam perkuliahan ini selain membahas tentang comment-comment mahsiswa dalam elegi, juga dibahas mengenai postingan dalam blog pak marsigit. Beliau menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya atas kelancangan beliau yang tidak menyebut gelar pada para filsuf, misalnya Aristoteles, Plato, Socrates, Kant dan lain sebagainya. Selain itu juga atas kelancangan berfilsafat, karena berbicara tentang hakekat filsafat. Atas kemarahan filsafat karena tidak tahu bagaimana menempatkan diri sendiri. Atas kesombongan dan arogansi berfilsafat karena tidak berbicara sesuai kapasitasnya.
Saat ini yang menjadi focus dari pak marsigit adalah fenomen astandart isi. Menurut beliau Standart isi merupakan suatu bentuk kesombongan para ilmuan. Pada akhirnya standart isi ini bertransformasi menjadi proyek-proyek individual. Hal inilah yang membuat beliau tidak nyaman dan lebih tertarik dengan strand math learning. Strand sendiri dalam bahasa Indonesia mempunyai untaian.
Dalam kehidupan sehari-hari kita juga bisa membawa filsafat. Tentu kita masih ingat dengan sumbu-sumbu dalam kehidupan ini. Hitam-putih,gelap-terang,kaya-miskin,pelit-dermawan dan tentu masih banyak lagi. Hidup ini selalu bergerak diantara sumbu-sumbu tesebut. Seperti kata orang bijak, hidup itu bagai roda yang berputar. Roda ini tersusun dari sumbu-sumbu tersebut. Kita ambil contoh, jika pada saat tanggal muda orang mempunyai banyak uang dan berasa kaya, tetapi ketik atanggal tua uang semakin menipis dan berasa miskin. Tapi begitulah hidup. Ada dinamika, kadang diatas kadang dibawah. Yang penting bagaimana kita mensyukuri segala kenikmatan yang Allah berikan.
Berbicara menegani spiritual dalam filsafat kita mengenal transformasi dunia, yaitu transformasi material, formal,normative dan spiritual. Dalam transformasi ini, sebagai manusia ciptaan Tuhan, terdapat suatu kedudukan yang tetap dalam hubungan fisik dan spiritual. Berpikir kritis menjadi hal yang mutlak dalam berfilsafat untuk membayangkan dunia.
Dalam matematika, sering kita jumpai simbol seperti di bawah ini:
A/∞=0
Dilihat dari kacamata spiritual, A memiliki arti dosa kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang tak pernah lepas dari salah. ∞ memiliki arti usaha untuk menghapus dosa yaitu dengan berdoa dan istighfar setiap saat. Dan 0 menunjukkan pengampuanan terhadap dosa-dosa makhluknya. Secara keseluruhannya bisa diartikan dosa yang dimiliki oleh manusia, jika kita memohon ampunan kepada Tuhan dengan berdoa dan istighfar setiap hari niscahaya Allah akan memberikan ampunannya pada kita.
Selain symbol diatas kita juga mengenla simbol x^0=1. Simbol ini jika dilihat dari kacamata spiritual bisa menunjukkan tentang keikhlasan. Derajat manusia di dunia tidak berpengaruh di hadapan Allah. Setinggi-tinginya derajat manusia, semua adalh sama(x). 0 menunjukkan rasa ikhlas. Maka ketika seseorang telah menerapkan rasa ikhlas, semua dikembalikkan kepada sang Maha Pencipta.
Akhir dari perkuliahan ini ditutup dengan kesimpulan refleksi filsafat selama satu semester ini. Kesimpulan tersebut yaitu bahwa sehakiki-hakikinya belajar filsafat matematika adalah jika sampai pada akhirnya siswa sendirilah sebagai matematika. Jika kita meihat anak TK, SD boleh dikatakan sebagai peneliti matematika, namun tetap pada dimensinya. Harus kita ingat bahwa ruang dan waktu merupakan obyek berpikir. Jika kita berhenti berpikir, maka kita terbebas dari ruang dan waktu itu sendiri. Seperti contoh 2 + 3 = 5 jika terbebas dari ruang dan waktu. Tetapi 2 + 3 belum tentu akan sama dengan 5 jika terikat ruang dan waktu.